CIPATAT, alamorganik.com – Perjalanan seorang petani dalam merawat tanamannya sering kali penuh cerita. Begitu pula yang dialami Deni Puranama, seorang petani padi asal Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Dengan tekun ia mempraktikkan perpaduan antara spray pupuk organik cair dan kabut Biosaka yang kini menjadi pembicaraan di kalangan petani.
Sejak awal tanam, Deni sudah mencoba pola aplikasi spray seminggu sekali menggunakan POC serta ditambah dengan spray kabut Biosaka.
Hasilnya terlihat nyata: daun padi yang awalnya sempat menguning dan kaku kini berubah menjadi hijau segar, lebih sehat, dan lentur.
“Dari awal saya lihat daunnya hijau, sekarang makin sehat. Hati saya ikut senang melihat tanaman pulih,” ungkap Deni.
Kini, padinya sudah memasuki umur 62 hari setelah tanam (HST). Dengan enam kali aplikasi spray POC N1 dan Biosaka, Deni mengaku cukup puas dengan hasil yang terlihat di lapangan.
Meski sempat menghadapi tantangan, seperti asam tanah di sebagian lahan dan serangan belalang yang cukup banyak, pertumbuhan padi tetap terjaga.
Varietas padi yang ia tanam adalah Ciherang, varietas populer di kalangan petani Jawa Barat karena produktivitasnya tinggi dan berasnya disukai pasar.
“Alhamdulillah, meskipun awalnya ada kendala, tanaman tetap bisa pulih. Yang penting kita konsisten dengan perawatan,” jelasnya.
Dalam perjalanannya, Deni sempat bertanya-tanya apakah aman jika POC tetap diaplikasikan rutin setiap minggu. Keraguannya cukup wajar, sebab banyak petani khawatir tanaman justru bisa ‘kelebihan nutrisi’ jika diberikan pupuk terlalu sering.
Namun, sejumlah petani berpengalaman yang juga mempraktikkan Ilmu SAKA menegaskan bahwa penggunaan POC rutin seminggu sekali tidak menjadi masalah, selama dosisnya sesuai dan tidak berlebihan.
Apalagi jika dipadukan dengan Biosaka yang cara kerjanya bukan sebagai pupuk, melainkan aktivator metabolisme alami tanaman.
“Yang penting konsisten dan sesuai aturan. Jangan berlebihan, cukup seminggu sekali dengan dosis wajar,” kata seorang petani senior yang ikut berbagi pengalaman di lapangan.
Deni termasuk salah satu petani yang terus belajar dari Ilmu SAKA, sebuah pendekatan yang memadukan kearifan lokal dengan teknologi ramah lingkungan.
Biosaka sendiri bukan pupuk atau pestisida, melainkan larutan dari ekstrak tumbuhan tertentu yang berfungsi merangsang daya tahan alami tanaman.
Penggunaan Biosaka dilakukan dengan cara disemprotkan tipis atau dikabutkan ke tanaman, bukan disiram. Prinsipnya, bukan banyaknya cairan yang penting, melainkan kualitas kabut yang menempel di daun. Dari situlah metabolisme tanaman terangsang dan daya tahannya meningkat.
Semangat ini ternyata menular ke banyak petani lain. Mereka saling berbagi pengalaman di lapangan, bertukar cerita, dan saling mendukung agar sukses bersama dalam bertani. “Yang penting sama-sama sukses ber-Biosaka dari Ilmu SAKA,” ujar Deni penuh keyakinan.
Dengan perawatan yang konsisten, Deni berharap panen mendatang bisa lebih baik, baik dari sisi kualitas gabah maupun kuantitas hasil. Apalagi saat ini tantangan petani semakin besar, mulai dari perubahan iklim, serangan hama, hingga biaya pupuk kimia yang terus naik.
Penggunaan Biosaka dan POC menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Tak hanya menekan biaya, tetapi juga menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang.
“Kalau kita bisa hasilkan padi sehat tanpa banyak kimia, tentu itu lebih baik untuk tanah, air, dan kesehatan kita juga,” tutur Deni.
Bagi petani lain yang ingin mencoba, pola sederhana yang dilakukan Deni bisa menjadi inspirasi:
POC seminggu sekali dengan dosis wajar (tidak berlebihan). Biosaka dikabutkan setiap beberapa hari sesuai kebutuhan, total sudah enam kali di umur 62 HST.
Tetap perhatikan kondisi lahan, karena faktor tanah dan serangan hama juga berpengaruh.
Dengan kombinasi perawatan yang terukur, Deni yakin panennya kelak akan lebih menggembirakan.
“Bertani itu butuh kesabaran. Kalau kita konsisten, insyaAllah hasilnya akan sesuai harapan,” pungkasnya. (wanti)